Minggu, 17 Februari 2013

seksualitas dalam kehamilan


SEKSUALITAS DALAM KEHAMILAN

1.     Pendahuluan
Hak seksual termasuk dalam kebebasan seluruh individu untuk mencapai standar kesehatan tertinggi dalam hubungannya dengan seksualitas dan untuk mendapatkan kepuasan, keamanan, dan kesenangan dalam kehidupan seksual (definisi WHO, 2002). Fungsi seksual adalah aspek yang sah dalam dunia kedokteran yang digambarkan secara jelas dalam deklarasi hak seksual diatas. Penelitian klinik dan sampel dari berbagai Negara menegaskan bahwa banyak laki-laki dan perempuan menyatakan kehidupan seksual adalah salah satu hal yang penting. Memberikan informasi kepada pasien tentang perubahan seksual normal yang terjadi selama masa pubertas, kehamilan, postpartum, menopause, dan usia tua adalah salah satu bagian rutin dalam obstetri dan ginekologi. Hal yang paling efektif dalam mengintegrasikan fungsi seksual pasien adalah dengan rutin bertanya mengenai riwayat seksual pasien. 1,2,3
Di dunia ini manusia dan hewan akan lenyap dari permukaan bumi apabila mereka oleh alam tidak dibekali dengan naluri untuk berkembang biak demi untuk meneruskan keturunan. Dorongan/ keinginan untuk bersetubuh disebut libido seksualis (nafsu birahi, nafsu syahwat). Ini dapat disamakan dengan keinginan untuk makan (lapar) dan minum (haus). Seksualitas mempunyai arti jauh lebih luas dari istilah koitus. Seksualitas adalah reaksi dan tingkah laku seksual yang didasari dan dikuasai oleh nilai – nilai kehidupan manusia yang lebih tinggi, tidak seperti pada hewan. Hewan bersetubuh semata – mata atas dorongan naluri birahi. Pada manusia seksualitas dapat dipandang sebagai pencetusan dari hubungan antar individu, di mana daya tarik rohaniah dan badaniah menjadi dasar kehidupan bersama antara dua insan manusia. Dengan demikian dalam hubungan seksual tidak hanya alat kelamin dan daerah erogen yang memegang peranan, melainkan juga psikik dan emosi.  4
Respon seksual normal bervariasi dari satu wanita ke wanita lainnya sepanjang kehidupan wanita. Seorang dokter harus menyadari mengenai norma seksual dari pasien mereka, sikap, dan peduli terhadap kehidupan seksual mereka. Memulai komunikasi terbuka dengan pasien mengenai kehidupan seksual mereka membuat dokter dapat memberikan nasihat mengenai masalah seksual sebagai bagian dari kesehatan reproduktif. Selain itu, seorang dokter harus mengerti perubahan yang terjadi pada kehidupan seksual wanita selama masa hidupnya. Aktivitas seksual selama kehamilan mungkin dapat membahayakan fetus dan kehamilan. 2,3

2.     Pengaturan Perilaku Seksual Pada Wanita
Kehidupan seksual pada anak remaja di Amerika serikat telah meningkat selama 20 tahun terakhir. Usia rata – rata untuk senggama pertama kali baik pria dan wanita adalah 16 tahun. Pada usia 19 tahun, sekitar ¾ wanita telah bersenggama. Sebuah survei terhadap pria dan wanita usia antara 18-59 tahun di USA dilaporkan bahwa kebanyakan pria dan wanita telah puas dengan kehidupan seksual mereka bahkan apabila frekuensinya tidak sering. Sekitar 47% dari wanita memiliki aktivitas seksual dengan pasangan mereka beberapa kali per bulan, ditaksir 31% dari mereka punya aktivitas seksual 2-3 kali per minggu, dan 7% lebih dari 4 kali per minggu. Dua belas persen dari wanita beraktivitas seksual beberapa kali dalam setahun, dan sekitar 3% tidak pernah beraktivitas seksual. Kebanyakan pria dan wanita menyatakan bahwa mereka adalah monogami. 2
Frekuensi hubungan kelamin (koitus) sangat bervariasi: rata – rata 1-4 kali seminggu bagi orang-orang berumur 30-40 tahun. Koitus menjadi makin jarang dengan meningkatnya umur. Pada wanita libido meningkat dalam masa reproduksi sampai dicapai umur 35 tahun, kemudian menetap sampai umur 45 tahun, dan dapat bertahan sampai jauh setelah menopause. Pada pria puncak libido dicapai pada umur 20-30 tahun dan libido bertahan sampai umur 50 tahun, kemudian berangsur kurang, akan tetapi tetap ada sampai umur lanjut. 4
Komponen perilaku seksual, dorongan bersenggama dan rangkaian kejadian yang berperan dalam diri pria dan wanita yang menyebabkan aktivitas senggama diregulasi sebagian besar dalam sistem limbik dan hipotalamus. Istilah lobus limbik atau sistem limbik diberikan pada bagian otak tepi jaringan korteks sekeliling hilus dari hemispherium serebri yang terdiri dari : amygdala, hypocampus, dan nuclei septal. Bagian-bagian ini dihubungkan dengan korpus mamilare dan sirkuit tertutup yang rumit disebut sirkuit Papez5.
Korteks limbik merupakan bagian korteks serebri yang secara filogenik paling tua dan secara histologist dinamai dengan allokorteks dan jukstallokorteks, sedang bagian nonlimbik lainnya dinamai neokorteks. Percobaan rangsangan dan ablasi bagian nonlimbik lainnya dinamai neokorteks. Percobaan rangsangan dan ablasi menunjukkan bahwa sistem limbik ini berperan utama dalam penciuman dan perilaku makan serta bersama dengan hipotalamus berperan dalam mengatur perilaku seksual, emosi kemarahan, perasaan takut dan motivasi. Implantasi sejumlah kecil estrogen di dalam hipotalamus anterior menyebabkan birahi pada tikus betina yang telah diooforektomi sedang implantasi bagian lain otak dan di luar otak tidak mempunyai efek ini. Sehingga jelas sejumlah unsur dalam hipotalamus sensitif terhadap estrogen yang bersirkulasi untuk memulai perilaku seksual5.
Pada manusia, neokorteks bertumbuh cepat sekali meninggalkan sistem limbik sehingga sekalipun secara struktur tidak ada hubungan sama sekali tetapi fungsi seksual telah diensefalisasi secara luas dan dipengaruhi oleh faktor psikis dan social. Rangsangan seksual pada wanita bergantung pada rangsangan psikis dan lokal. Rangsangan psikis merupakan dorongan seksual yang sukar ditafsirkan dan dipengaruhi juga oleh hormon seks dan hormon korteks adrenal. Pengaruh pendidikan dan lingkungan sangat besar, masyarakat sering beranggapan bahwa seks merupakan sesuatu yang harus disembunyikan, tabu, bahkan tidak bermoral dengan akibat wanita sering menutupi naluri alamiahnya dengan alasan budaya.  Perangsangan lokal pada wanita terjadi karena sentuhan, penekanan atau rangsangan lain pada daerah perineum, organ seksual dan saluran kemih, klitoris merupakan area sangat sensitif dan mempunyai jaringan erektil yang hampir identik dengan penis. Impuls sensoris seksual melalui nervus pudendus, pleksus sakralis ke medulla spinalis lalu ke serebrum. Sedang jaringan erektil diatur oleh saraf parasimpatis yaitu nervi erigentus yang juga menyebabkan sekresi kelenjar bartholini bilateral sehingga timbul pelumasan. Bila rangsangan lokal mencapai intensitas maksimum dan disokong isarat psikis yang sesuai dari serebrum akan timbul refleks yang disebut orgasme. Otot perineum kontraksi berirama dan uterus berkontraksi akibat keluarnya oksitosin dari hipofisis anterior. Kesan seksual yang mendalam timbul melalui serebrum sedemikian rupa sehingga menimbulkan perasaan puas dan ditandai oleh perasaan tenteram dan damai yang disebut resolusi5.
      
3.     Fisiologi seksual wanita
Terdapat Beberapa fase dari respon seksual wanita, diantaranya keinginan, kebangkitan, dan orgasme diikuti oleh relaksasi. Bagaimanapun, pada wanita fase – fase tersebut bervariasi antara satu dengan yang lain. Pada wanita yang sudah memiliki pasangan hidup, kebanyakan wanita memulai aktivitas seksual dengan pasangan mereka atau menerima ajakan pasangan mereka tanpa adanya keinginan seksual terlebih dahulu. Penelitian kualitatif telah menjelaskan banyak alasan seorang wanita dalam menerima ajakan seksual termasuk kedekatan emosional dengan pasangan mereka, suasana romantis, dan alasan yang lebih spesifik adalah alasan erotis. Alasan lainnya termasuk ingin meraih perasaan yang lebih baik, lebih normal, lebih dicintai, dan lebih berkomitmen dengan hubungan mereka. Keinginan seksual, contohnya fantasi seksual, pengalaman positif dari hubungan seksual, dan kebutuhan secara spontan adanya pasangan seksual atau stimulasi seks, memiliki frekuensi bervariasi diantara wanita. 1
                        Daerah-daerah erogen tubuh ialah daerah-daerah yang dapat menimbulkan rasa erotik nikmat apabila dirangsang dengan sentuhan-sentuhan. Daerah-daerah erogen wanita terdapat di kuping bagian bawah, tengkuk leher, mulut, bibir, lidah, payudara, puting susu, bahu, tulang punggung, bokong, daerah sekitar pusat, bagian dalam alat kelamin, mons pubis, dan perineum. Pada pria daerah-daerah erogen itu letaknya terutama di mulut, payudara, bagian dalam paha, dan skrotum4.
Klitoris adalah bagian paling sensitif pada wanita dan stimulasinya akan menghasilkan hasrat seksual yang lebih tinggi dan orgasme yang lebih meningkat. Bagaimanapun, banyak wanita membutuhkan stimulasi nonfisik dan nongenital terlebih dahulu sebelum stimulasi klitoris dapat mereka nikmati. Hilangnya keinginan seksual, stimulasi langsung terhadap klitoris dapat menjadi tidak menyenangkan dan bahkan dapat menimbulkan nyeri. Area sensitif lainnya pada wanita termasuk puting susu, payudara, labia, daerah kulit pada umumnya, dan vagina. 1/3 bagian dalam vagina berespon terhadap sentuhan, 2/3 luar sensitif terutama terhadap tekanan. 1,2
            Rangsangan seksual menurut urutan terjadinya dibagi dalam 4 masa yaitu : 4
1.      Masa rangsangan (excitement phase)
2.      Masa dataran tinggi (plateau phase)
3.      Masa orgasme (orgasmic phase)
4.      Masa peredaan (resolution phase)
Masa rangsangan terjadi sebagai akibat dari rangsangan tubuh atau rangsangan psikis. Ini merupakan masa yang paling panjang dan lamanya dapat diatur menurut kehendak yang bersangkutan, bahkan dapat dihentikan: apabila rangsangan diteruskan dan tegangan meningkat, maka masa rangsangan ini beralih ke masa berikutnya, yaitu masa dataran tinggi. Plateau phase ini dengan spontan beralih ke masa orgasme yang singkat, yang pada pria disertai penyemprotan air mani dari uretra (ejakulasi). Masa berikutnya adalah masa peredaan (resolution phase) yaitu masa kembali ke dalam keadaan semula. Jikalau rangsangan diteruskan setelah orgasme, maka tampak perbedaan yang nyata antara wanita dan pria. Wanita dapat mengalami orgasme lagi pada setiap saat dalam masa resolusi bahkan sampai beberapa kali dalam satu siklus. Orgasme lagi dalam masa peredaan tidak mungkin pada pria ; masa resolusi harus lewat sepenuhnya. Jadi setelah ejakulasi pria mengalami masa refrakter, yaitu pria memerlukan jangka waktu tertentu (sampai selesainya masa peredaan) sebelum ia masuk lagi ke dalam masa dataran tinggi yang baru sebagai persiapan untuk orgasme kedua. 4

 



Gambar 1. Fisiologi reaksi seksual wanita4
4.  Efek Hormon Terhadap Perilaku Seksual
              Dalam mammalia nonprimata, pembuangan gonad menyebabkan dikemudian hari terjadi penurunan atau tidak adanya aktivitas seksual. Suntikan hormon gonad ke hewan yang dikastrasi akan menghidupkan kembali aktivitas seksualnya. Testosteron dalam hewan jantan dan estrogen dalam betina mempunyai efek yang paling besar. Progesteron dalam dosis besar juga efektif dalam wanita dan dalam dosis kecil akan meningkatkan efek estrogen untuk menimbulkan aktivitas seksual. Pada wanita dewasa ooferoktomi tidak menyebabkan penurunan libido atau kemampuan seksual. Wanita pascamenopause tetap dapat secara kontinu melakukan hubungan seksual tanpa banyak perubahan dibandingkan pola sebelumnya. Sifat menetap ini kemungkinan karena sekresi steroid dari korteks adrenal yang diubah menjadi estrogen atau bisa juga karena lebih besarnya ensefalisasi fungsi seksual pada manusia sehingga faktor psikis dan social lebih berperan dalam mempertahankan perilaku seksual, Tetapi terapi dengan hormon seks akan meningkatkan minat dan dorongan seksual pada manusia5.   
5.   Siklus respon seksual
Respon seksual diperantarai oleh kompleks fisiologis, diantaranya : interpersonal, lingkungan, dan faktor biologis (hormonal, vaskuler, muskuler, neurologis). Fase inisial dari siklus respon seksual dimulai dari keinginan, tetapi pada kebanyakan wanita, terutama yang sudah memiliki hubungan jangka panjang dipengaruhi oleh faktor lain selain keinginan seksual. Keinginan dan kebangkitan seksual saling mempengaruhi satu sama lain. Kepuasan seksual dapat dicapai apabila seorang wanita dapat fokus, kesenangan mereka berlanjut, durasi dari stimulasi berlangsung lama, dan tidak ada hal – hal yang dapat mengganggu (nyeri atau disfungsi seksual dari pasangan mereka). Respons seksual bersifat sirkuler, tiap fase saling mengikuti (Keinginan akan diikuti oleh kebangkitan seksual, dan kebangkitan seksual yang tinggi akan diikuti oleh orgasme). Kebangkitan dicetuskan pertama kali oleh peningkatan motivasi untuk merespon stimulasi seksual dan untuk menerima stimulasi erotis lebih tinggi. 1,2
Keinginan seksual diawali oleh motivasi yang kuat untuk berhubungan seksual. Perasaan ingin kemungkinan distimulasi oleh rangsangan internal (fantasi, ingatan, perasaan seksual yang bangkit) dan rangsangan eksternal (Pasangan yang menarik), isarat seksual dan bergantung pada fungsi neuroendokrin yang adekuat. Multipel neurotransmitter, peptide, dan hormone yang mencetuskan keinginan dan kebangkitan subyektif seksual. Substansi yang mencetuskan respons seksual termasuk norepnefrin, dopamine, oksitosin, dan seroronin. Prolaktin dan GABA menghambat respon seksual. Peptida dan neurotransmitter dimodulasi oleh hormon seks. Bagaimanapun, telah jelas bahwa faktor biologis tidak bertindak secara independen dari faktor lingkungan, penemuan pada manusia sama dengan yang ditemukan pada hewan. Dopamin dan progesteron bertindak pada reseptor di hypothalamus, keduanya menyebabkan peningkatan pada kebiasaan seksual pada tikus betina yang mendapat oophorectomy dan memperoleh estrogen. 2
Pada wanita, ketertarikan seksual dipengaruhi oleh mind set psikologis, kepercayaan, ekspektasi, orientasi seksual, pilihan, dan kehadiran lingkungan yang erotis dan aman. Keinginan seksual, ketertarikan, dan kemampuan untuk bangkitan seksual kebanyakan sangat dipengaruhi oleh kesehatan mental dan perasaan terhadap pasangan. Kedua hal tersebut baik secara umum maupun spesifik akan berpengaruh terhadap interaksi seksual. Keinginan seksual juga dipengaruhi oleh kecapekan; sebagai hasilnya, hubungan seks yang terlambat saat malam hari biasanya tidak terlalu menarik pada wanita yang sibuk. Penyakit kronis juga akan mengurangi keinginan dan kebangkitan seksual. 2
Kesenangan subyektif dan perasaan erotik yang mengiringi adalah perubahan fisiologik yang terjadi selama masa kebangkitan seksual. Perubahan – perubahan itu termasuk pembengkakan alat genital; peningkatan lubrikasi vagina; pembesaran payudara dan ereksi dari putting susu; peningkatan pada sensitivitas kulit; perubahan pada detak jantung, tekanan darah, tonus otot, pernapasan, suhu tubuh; kulit yang berbintik; kemerahan akibat vasodilatasi pada daerah dada, payudara, dan wajah. Dengan stimulasi seksual, aktivitas otak pada hipotalamus dan area lain yang akan meningkatkan respon genital akan diaktifkan, pencetusan sistem saraf autonom sehingga terjadi peningkatan aliran darah di vagina. Vasodilatasi dari arteriol di bagian plexus submukosa dari vagina meningkatkan transudasi dari cairan interstisiel, yang akan bergerak dari kapiler diantara ruang interseluler epitel ke lumen vagina. Secara bersama – sama, sistem saraf autonom mengakibatkan relaksasi dari sel otot polos di klitoris dan labia, menyebabkan pembengkakan klitoris dan vasodilatasi dari labia. Penelitian imunohistologik saat ini mengindikasikan nervus yang berisi nitrat oxide hadir pada kulit alat genital yang menutupi klitoris dan labia. 2
Dengan bangkitan seksual, perubahan fisik yang dapat terjadi meliputi peningkatan tekanan darah, detak jantung, tonus otot, frekuensi napas, dan suhu. Selain itu, vagina menjadi lebih panjang, membengkak, dan dilatasi, uterus akan berelevasi keluar dari rongga pelvis. Dengan peningkatan stimulasi seksual, vasokongesti akan mencapai intensitas maksimum. Pada alat genital, labia akan menjadi lebih bengkak dan berwarna merah kegelapan dan 1/3 bagian dalam vagina menjadi bengkak dan lebih tipis, klitoris menjadi lebih bengkak dan berelevasi hingga posisi lebih dekat dari symphisis pubis, dan uterus berelevasi secara maksimal. Pada wanita diketahui bahwa faktor – faktor seperti sikap terhadap seks, perasaan terhadap pasangan, pengalaman seksual sebelumnya, lama hubungan dengan pasangan, dan terutama kesehatan mental dan emosional lebih kuat dalam menginisiasi keinginan dan bangkitan seksual dibanding faktor faktor biologis yang telah diteliti sejauh ini. 1, 2
Hubungan neurobiologis pada bangkitan seksual masih belum diketahui secara pasti tetapi vasokongesti dari genital akan meningkat terjadi setelah stimulus erotis kedua. Saraf parasimpatis melepaskan nitrous oxide dan vasointestinal polipeptida(VIP) yang memediasi terjadinya vasodilatasi. Asetilkolin (Ach) menghambat mekanisme noradrenergic yang mengakibatkan vasokonstriksi dan berperan pada pelepasan nitrous oxide dari endothelium. Sistem saraf simpatis, parasimpatis dan fungsi sistem somatik kurang berfungsi secara independen seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Komunikasi telah diidentifikasi antara nervus cavernosus ke klitoris berisi nitrous oxide dan bagian distal dari saraf somatik (dorsal) dari klitoris dari nervus pudendus. Sistem saraf simpatis pelvis melepaskan noradrenaline dan adenosin trifosfat, tetapi dengan pelepasan dari Ach, nitrous oxide, dan VIP. Nitrous oxide adalah neurotransmitter utama yang berperan pada pelebaran vulva. Pada vagina, VIP, nitrous oxide, dan neurotransmitter yang tidak teridentifikasi juga berperan. 2
Orgasme dideskripsikan sebagai perasaan senang yang sangat tinggi akibat sensasi seksual. Fisiologi dari orgasme belum diketahui secara jelas, namun meliputi respon miotonik dari otot. Refleks kontraksi yang ritmik dari otot – otot sekitar vagina dan anus terjadi. Kontraksi uterus juga dirasakan oleh banyak wanita selama orgasme, dimana wanita yang pernah merasakan hal tersebut akan merasakan orgasme yang berbeda setelah dilakukannya histerektomi. Kebanyakan wanita dengan mudah merasakan orgame dengan stimulasi langsung terhadap klitoris. Kontak yang lebih banyak dengan klitoris dimungkinkan saat kontak antara pubis dengan pubis setelah laki – laki mengalami ejakulasi dan ukuran penis menjadi berkurang. Stimulasi dari payudara, ciuman dan stimulasi klitoris selama fase pemanasan adalah penyebab lain timbulnya perasaan orgasme. Seorang wanita dapat mengalami multipel orgasme selama satu kali siklus seksual dan dapat melanjutkan aktivitas seksual tanpa adanya periode refrakter seperti halnya pada pria. 1,2
Setelah orgasme, wanita merasakan perasaan relaksasi dan tenang. Penurunan gradual dari pelebaran pelvis berbeda dengan penis yang menjadi tidak ereksi pada pria. Perubahan nongenital yang terjadi selama bangkitan seksual akan kembali seperti semula. Tubuh akan kembali pada situasi istirahat setelah 5-10 menit. Dengan stimulasi yang lanjut, responnya dapat berlanjut pula. Wanita yang senang dengan bangkitan seksual tanpa orgasme dilaporkan tidak mengalami fase resolusi. 1,2
6.  Perubahan Faal yang Terjadi Selama Kehamilan
Selama kehamilan terjadi perubahan besar dalam diri seorang wanita. Berat badan naik kurang lebih 0,5 kg per minggu setelah trimester I dengan kenaikan total 12,5 kg. Pertambahan berat badan ini meliputi berat janin 3,5 kg , plasenta 0,5 kg , cairan amnion 1 kg, jaringan lemak 3,5 kg, dan pertambahan cairan plasma maupun interstitial sebesar 3 kg6.
Uterus membesar akibat pengaruh hormon estrogen dan progesterone sampai umur kehamilan 3 bulan dan terus membesar sesuai dengan membesarnya janin di dalamnya. Uterus tidak hamil beratnya 30 gram dan besarnya kira-kira seperti telur ayam. Pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa dan mulai dapat diraba dari luar di atas simfisis, pada kehamilan 16 minggu sebesar kepala bayi diantara simfisis dan pusat, pada kehamilan 24 minggu tepat di atas pusat, pada kehamilan 40 minggu turun kembali 3 jari dibawah prosessus xiphoideus6.
Serviks uteri juga mengalami perubahan, kelenjar serviks bersekresi lebih banyak sehingga wanita hamil mengeluh keputihan. Keadaan ini sampai batas tertentu masih merupakan hal fisiologis. Vulva dan vagina menjadi merah kebiruan akibat hipervaskularisasi. Payudara akan membesar dan tegang, putting susu membesar, tegak, dan lebih hitam. Selama kehamilan tonus otot traktus digestivus menurun sehingga motilitas berkurang dan timbul rasa mual dan muntah. Makanan menjadi lebih lama di dalam lambung dan usus. Hal ini memang baik untuk resorbsi makanan tetapi dapat menimbulkan konstipasi. Pada traktur urinarius, kandung kencing tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga timbul perasaan sering ingin kencing. Keadaan ini akan menghilang sendiri dengan tuanya kehamilan setelah uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan bila kepala janin mulai masuk pintu atas panggul keluhan sering kencing akan timbul lagi6.
7.  Perubahan Hormon Seks Selama Kehamilan
a.  Progesteron
            Sekresi progesteron dan estrogen meninngkat terus selama kehamilan kecuali hanya pada saat plasenta mengambil alih korpus luteum pada usia kehamilan 6 minggu dimana progesteron sedikit turun. Produksi progesteron dalam sehari kurang lebih 250 mg dengan kadar plasma 10 kali lebih besar dari fase luteal wanita tidak hamil. Produksi progesteron ini tidak tergantung pada janin dan tidak berguna untuk mengetahui kesejahteraan janin. Progesteron sangat vital dalam memelihara kelangsungan kehamilan. Kekurangan hormon ini pada kehamilan awal dapat menyebabkan keguguran dan pemberian progesteron antagonis akan menginduksi abortus7.
b.  Estrogen
            Estrogen selama hamil meningkat 100 kali lebih besar disbanding fase luteal. Ada 3 macam estrogen yang diproduksi yaitu estradiol, estriol, dan estron, kekuatan estradiol 12 kali kekuatan estron dan 80 kali dari estriol sehingga estradiol merupakan komponen estrogen yang paling utama, Berbeda dengan progesteron, produksi estrogen oleh plasenta tergantung janin karena produksinya memerlukan interaksi antara ibu, plasenta, dan adrenal janin. Estrogen terutama berperan dalam pertumbuhan iterus dan peningkatan darah ke uterus melalui kerja vasodilator lokal. Selain itu, estrogen dan progesteron juga memicu pertumbuhan payudara7.
8.  Perkembangan seksual selama kehamilan
Pada trimester pertama terjadi peningkatan volume darah yang mengakibatkan pembengkakan jaringan khususnya pada payudara dan organ pelvis. Payudara yang besar dan tegang memang menarik tetapi bila menimbulkanrasa nyeri bila dipegang, justru menganggu dan menurunkan gairah seksual. Vagina menjadi peka dan tidak nyaman ketika dilakukan penetrasi penis. Timbul pula keluhan lain yang menganggu seperti mual, muntah, lelah, sering kencing yang semuanya akan menurunkan gairah seksual. Bau badan suami atau bau napas suami yang biasanya tidak menganggu kini dapat membuat mual dan hal ini menurunkan nafsu seksual. Emosi menjadi labih sehubungan dengan keinginan untuk banyak tidur dan istirahat juga adanya ambivalensi dan keraguan dalam memutuskan kapan waktu yang tepat untuk hamil, kesiapan menjadi ibu, persiapan materi. Selain itu, penurunan kegiatan seksual dapat timbul akibat ketakutan senggama dapat membahayakan janin8.
Pada trimester kedua, umumnya merupakan periode yang lebih nyaman dibandingan dengan trimester pertama. Pembesaran payudara dan vaskularisasi meningkat pada daerah vagina dan labia kini dapat meningkatkan kenikmatan seksual dan kualitas orgasme. Secara psikologi, dengan membesarnya janin timbul perasaan bahagia karena tubuhnya merupakan sumber cinta kasih berdua. Tapi ada pula ibu yang merasa khawatir dengan janinnya selama bersenggama, kontraksi uterus sewaktu orgasme menyebabkan bradikardi dan penurunan gerakan janin yang diikuti dengan periode hiperaktivitas. Meskipun dinyatakan tidak berbahaya, namun menimbulkan kesulitan untuk merasa tenang sewaktu bersenggama8.
Pada trimester ketiga, timbul keluhan yang dapat mengurangi nafsu seksual dan frekuensi senggama seperti nyeri ulu hati, kaki sering kejang, rasa berat pada perut, keluarnya air susu, dan kontraksi Braxton Hicks. Tetapi ada pula wnaita yang orgasme dan merasakan pengalaman seksual yang lebih hebat, bahkan ada yang baru pertama kali selama hidupnya mencapai orgasme pada hamil tua ini. Pada saat ini beberaoa wanita merasa malu dengan penampilannya yang gemuk, perut membesar, dan dirasakan tidak menarik, sehingga menurunkan keinginan bersenggama8
Umumnya, keinginan seksual wanita tidak berubah atau menurun secara drastis pada trimester pertama kehamilan, dan akan menurun secara tajam pada akhir trimester ketiga. Kondisi ini bervariasi antara satu wanita dengan wanita lainnya terutama di trimester kedua. Keinginan seksual pria umumnya tidak berubah hingga akhir trimester kedua yang akan menurun secara tajam. Pada kebanyakan pasangan, pria memperlihatkan inisiatif seksual dibanding wanita. Aktivitas koitus wanita selama kehamilan kadangkala dimotivasi oleh keinginan untuk memuaskan pasangannya9.
Aktivitas koitus selama kehamilan tidak mengalami perubahan yang terlalu mencolok pada trimester pertama, bervariasi pada trimester kedua, dan akan menurun secara tajam pada trimester ketiga. Kebanyakan pasangan melakukan pemanasan hingga bulan ketujuh, dengan aktivitas koitus sebanyak setengah hingga ¾ pasangan pada bulan kedelapan, dan sekitar 1/3  pasangan pada bulan kesembilan. Sekitar 10% wanita tidak melakukan koitus sejak kehamilan didiagnosis. Posisi pria diatas menurun selama kehamilan dan posisi lainnya dilakukan lebih sering (posisi menyamping). Pada trimester keempat dan kelima, aktivitas koitus terjadi kira-kira 4-5 kali selama sebulan9.
Sebelum kehamilan, 76-79% wanita menyukai penetrasi (7-21% wanita tidak menyukai penetrasi). Pada trimester pertama, hal ini akan menurun sekitar 59% ; pada trimester kedua akan meningkat hingga 75-84%; dan pada trimester akhir akan menurun kembali sekitar 40-41%9.

9.  Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Selama Kehamilan
a.  Aspek sosial
            Faktor psikologis, sosial, dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan seksual selama kehamilan. Konflik dan perasaan bersalah akan timbul bila aktivitas seksual hanya bertujuan untuk membuat keturunan. Banyak wanita yang tidak lagi bergairah karena merasa dirinya tidak menarik. Perubahan fisik menyebabkan dia berfikir bahwa dia tidak lagi seksi dan menjadi gendut. Persepsi ini terus membayang pada wanita tersebut sehingga suaminya menjadi merasa kesepian dan terasingkan. Si istri menjadi mudah tersinggung bila suaminya hanya memperhatikan dirinya sendiri dan kebutuhan seksualnya dari pada perhatian terhadap pertumbuhan janin dalam perutnya. Bila kebutuhan seksualnya timbul justru istri merasa aneh dan khawatir dianggap abnormal oleh suaminya. Dianggapnya seorang wanita yang sedang hamil tidak seharusnya menikmati seksual tetapi lebih memusatkan dirinya menjadi seorang ibu. Selama berhubungan senggama seorang wanita hamil membayangkan dirinya kotor dan mereka sedang melakukan perbuatan yang salah. Jadi secara psikologi kehidupan seksual selama kehamilan dipengaruhi bagaimana persepsi terhadap kehamilannya dan perubahan tubuhnya8.
b.  Posisi senggama waktu hamil
            Uterus yang semakin membesar sesuai dengan besarnya kehamilan meneybabkan beberapa pasangan harus mengubah teknik bersenggama untuk mengurangi kecanggungann dan memungkinkan penetrasi penis yang dalam. Sebagai contoh, posisi yang paling umum yaitu posisi misionaris dimana lelaki tidur di atas wanita sekarang menjadi sangat tidak nyaman. Tubuh suami dapat membebani istri sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman juga menimbulkan kekhawatiran akan mencederai janin yang membuat perasaan tidak tenang selama bersenggama. Beberapa posisi dianjurkan agar suami tidak menekan perut seperti posisi berbaring miring berhadapan , posisi dengan istri berada di atas suami, posisi dengan suami memeluk dan melakukan penetrasi dari belakang, istri berbaring di tepi ranjang sedang suami berdiri. Pasangan suami istri sebaiknya mau menyesuaikan diri dengan sabar8.
Beberapa posisi yang baik dianjurkan untuk kehamilan adalah :10
·         Women on top (she goes up)

·         Side by side (down side)


·         Spooning (man behind women, rear entry)

·         Rear entry (dog style)

·         Edge of the bed
c.  Umur dan paritas
            Wilkerson & Bing melaporkan bahwa wanita yang setelah berumur baru hamil karena sebelumnya menunda kehamilan untuk mengejar karir dan kemudian setelah siap memutuskan hamil akan lebih mantap hubungannya dengan suami termasuk dalam hal senggama.Tetapi ada pula wanita yang menjadi menyesal karena merasa terjebak dengan kehamilannya sehingga timbul perasaan negatif yang menyebabkan kurang menyukai kehamilannya8.
d.  Budaya
            Semua budaya mempunyai banyak peraturan dan larangan yang berhubungan dengan perilaku seksual selama hamil8.
e.  Suami
            Pengetahuan tentang perilaku seksual suami selama istrinya hamil masih sangat kurang. Penelitian yang ada biasanya besar karena sampel penelitian hanya pasangan yang mempunyai masalah saja. Penerimaan suami terhadap kehamilan dan kesadaran bahwa janin adalah persatuan sperma dan sel telur akan mendatangkan perasaan kepabakan dan tampaknya hal ini mendorong untuk mempertahankan rumah tangga dan kemesraan hubungan suami istri. Beberapa suami merasakan meningkatnya gairah seksualnya selama kehamilan sejalan dengan perasaan intim, dekat, dan kebahagiannya8.

10.  Keuntungan dan kerugian aktivitas seksual selama kehamilan
Pada saat terjadi rangsangan seksual aliran darah ke vagina dan vulva akan meningkat tetapi aliran darah ke uterus masih belum jelas. Apabila gerakan otot sewaktu senggama dianalogikan seperti waktu olahraga maka aliran darah ke uterus akan menurun, penekanan vena cava inferior oleh uterus sewaktu posisi terbaring telentang akan menyebabkan hipotensi terutama pada trimester ketiga8.
Banyak penelitian mengungkapkan tidak ada hubungan antara komplikasi kelahiran (kematian perinatal, kelahiran preterm, ruptur membran prematur, bayi berat lahir rendah) dengan aktivitas koitus atau frekuensi orgasme. Bagaimanapun, penetrasi dimana posisi pria diatas dan penetrasi pada wanita maupun pria dengan infeksi genital dihubungkan dengan peningkatan resiko kelahiran preterm. Wanita hamil yang memiliki pasangan yang menderita penyakit menular seksual seharusnya menggunakan kondom. 4
Kehamilan yang tidak berisiko jika dilakukan hubungan seks adalah kehamilan yang mempunyai resiko rendah untuk terjadi hal – hal yang tidak diinginkan seperti keguguran ataupun kelahiran prematur. Aktivitas seks pada masa kehamilan tidaklah menjadi sebuah keharusan. Banyak wanita hamil yang merasa tidak nyaman dalam berhubungan seksual karena tubuhnya membesar. Kebanyakan wanita kehilangan sensasi berhubungan seksual pada saat tingkat kehamilan akhir karena sudah memasuki masa untuk melahirkan dan persiapan menjadi orang tua baru. Perlu pembicaraan yang intensif mengenai cara berhubungan seks seperti berciuman, pelukan yang tidak mengganggu, ataupun posisi yang nyaman diantara pasangan. 11
Dalam kehamilan normal, hubungan seks tidak membahayakan bayi. Cairan ketuban dan otot-otot kuat di sekitar rahim melindungi bayi dari guncangan. Bayi juga terlindungi dari penetrasi penis karena adanya lapisan lendir tebal yang melindungi leher rahim dan membantu mencegah infeksi. Bayi mungkin sedikit terpengaruh saat terjadinya orgasme namun karena perubahan detak jantung dari ibu. Kontraksi yang dialami oleh ibu hamil saat orgasme sangat berbeda dengan kontraksi saat melahirkan. 12
Beberapa dokter menyarankan agar calon ibu menghentikan aktifitas seksual pada minggu – minggu terakhir kehamilan. Ada zat kimia tertentu seperti prostaglandin dalam sperma yang diyakini dapat merangsang kontraksi. 12
Keuntungan dari aktifitas seksual selama kehamilan jarang diteliti, tetapi ada satu penelitian yang menemukan bahwa aktifitas seksual dan kesenangan selama kehamilan dihubungkan dengan makin meningkatnya stabilitas hubungan antara pasangan. 4
Ada hal yang tidak boleh dilakukan dalam hubungan seks di masa kehamilan : 11
·         Meniup udara ke dalam vagina pada saat melakukan oral seks karena dapat menyebabkan emboli udara yang berbahaya buat ibu dan janin.
·         Melakukan hubungan seks dengan pasangan yang memiliki penyakit menular seksual seperti herpes, kutil genital ataupun positif HIV. Penyakit seperti ini akan berakibat fatal untuk janin.
Hubungan seks sebaiknya tidak dilakukan pada kehamilan resiko tinggi seperti :
·         Riwayat keguguran
·         Riwayat kelahiran prematur atau gejala yang menunjukkan terjadinya kelahiran prematur seperti kontraksi uterus
·         Pendarahan dalam vagina yang tidak diketahui penyebabnya
·         Cairan amnion yang kurang
·         Plasenta previa
·         Serviks yang lemah dan dilatasi prematur
·         Kehamilan kembar
Posisi hubungan seks yang disarankan untuk wanita hamil adalah posisi yang tidak menekan mulut rahim antara lain: 9
-          Pria di atas tapi miring ke salah satu sisi atau bertahan dengan lengan agar berat badannya tak menekan wanita.
-          Wanita diatas tapi hindari penetrasi yang dalam.
-          Pria duduk di kursi atau tempat tidur dan wanita berada di atasnya. Selain tak membebani kehamilan, posisi ini juga memudahkan wanita mengatur irama hubungan sekaligus mengurangi tekanan dinding rahim.
-          Pasangan berbaring menghadap satu arah dengan posisi wanita di depan pria. Penetrasi dilakukan pria dari belakang.
-          Wanita dalam posisi lutut-siku (menungging). Penetrasi dilakukan pria dari belakang.



11.  Kesimpulan
·         Seksualitas memiliki arti yang jauh lebih luas dari istilah koitus, merupakan pencetusan dari hubungan antar individu yang menjadi dasar kehidupan bersama antar dua insan manusia.
·         Fungsi seksual adalah aspek yang sah dalam dunia kedokteran. Baik laki-laki dan perempuan menyatakan kehidupan seksual adalah salah satu hal yang penting.
·         Terdapat Beberapa fase dari respon seksual wanita, diantaranya keinginan, kebangkitan, dan orgasme diikuti oleh relaksasi.
·         Umumnya, keinginan seksual wanita tidak berubah atau menurun secara drastis pada trimester pertama kehamilan, dan akan menurun secara tajam pada akhir trimester ketiga. Kondisi ini bervariasi antara satu wanita dengan wanita lainnya terutama di trimester kedua.
·         Banyak penelitian mengungkapkan tidak ada hubungan antara komplikasi kelahiran (kematian perinatal, kelahiran preterm, ruptur membran prematur, bayi berat lahir rendah) dengan aktivitas koitus atau frekuensi orgasme.
·         Keuntungan dari aktifitas seksual selama kehamilan jarang diteliti, tetapi ada satu penelitian yang menemukan bahwa aktifitas seksual dan kesenangan selama kehamilan dihubungkan dengan makin meningkatnya stabilitas hubungan antara pasangan.
·         Terdapat beberapa situasi dimana ibu hamil sebaiknya membatasi hubungan seks antara lain perdarahan yang tidak diketahui penyebabnya, wanita yang memiliki riwayat keguguran atau ancaman keguguran, ataupun pasangan yang menderita penyakit menular seksual.
·         Posisi koitus yang disarankan buat ibu hamil adalah posisi yang tidak menekan dinding rahim, yaitu :
-          Women on top (she goes up)
-          Side by side (down side)
-          Spooning (man behind women, rear entry)
-          Rear entry (dog style)
-          Edge of the bed













DAFTAR PUSTAKA
1.      Gibbs, Ronald S, Karlan, Beth Y., Haney, Arthur F., Nygaard, Ingrid E. Women’s Sexuality and Sexual Dysfunction Dalam Danforth’s Obstetrics and Gynecology 10th edition. Lippincott Williams and Wilkins. 2008. Hal. 743-748.
2.      Berek, Jonathan S., Sexuality, Sexual Dysfunction, And Sexual Assault Dalam Berek and Novak’s Gynecology 14th Edition. Lippincott Williams and Wilkins. 2007. Hal. 314-322.
3.      Curtis, Michele G., Overholt, Shelley, Hopkins, Michael P. Women and Sexuality Dalam Glass Office Gynecology 6th Edition. Lippincott and Williams. 2006. Hal. 561-564.
4.      Winkjosastro, Hanifa, Prawirohardjo, Sarwono. Seksologi Dalam Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. Hal 588-605.
5.      Guyton AC. Fungsi Reproduksi Prakehamilan Pada Wanita dan Hormon Wanita. Dalam : Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC. 2007. Hal 1064-79
6.      Winkjosastro, Hanifa, Prawirohardjo, Sarwono. Perubahan Anatomik dan Fisiologi Wanita Hamil. Dalam : Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007. Hal 89-100
7.      Guyton AC. Kehamilan,Laktasi, serta Fisiologi Fetus dan Neonatus. Dalam : Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC. 2007. Hal 1080-94
8.      Widiasmoko, Samuel. Perilaku Kegiatan Seksual pada Wanita Hamil. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2000
9.      Reece, E. Albert, Hobbins, John C. Sexuality In Pregnancy And The Postpartum Period In Clinical ObstetricsThe Fetus And Mother. Australia : Blackwell Publishing Asia. 1999. Hal. 1016-1018.
10.  Jaka. Seks pada Kehamilan. [cited 18 Februari 2010] . : file:///F:/banyak-pertanyaan-dari-pasangan-suami.html
11.  Indrawan, Jhonsen. Jangan Takut Menikmati Seks Saat Hamil. [Cited 25 November 2012].: http://www.tanyadokteranda.com/seksualita/2008/07/jangan-takut-menikmati-seks-saat-hamil
12.  Anonymous. Hubungan Seks Saat Hamil, Amankah. [Cited 25 November 2012]. Available From : http://majalahkesehatan.com/hubungan-seks-saat-hamil-amankah/