Abstrak:
Latar belakang
: Depot-medroksiprogesterone acetate
(DMPA) biasanya digunakan pada perempuan postpartum segera setelah melahirkan
demi efektivitas yang lebih baik, digunakan merendahkan kadar estrogen tubuh.
Belum jelas apakah pemberian injeksi progesteron
yang mempengaruhi efek pada serangkaian depresi postpartum (PPD),
yang mana juga menjadi kecurigaan dipengaruhi oleh perubahan-perubahan hormon.
Pada penelitian retrospektif ini , obyek yang ditentukan adalah apakah
DMPA diberikan segera setelah post partum akan mempengaruhi perkembangan
dari depresi postpartum.
Desain penelitian
: Tinjauan retrospektif dari total 404
pasien yang terdaftar diarahkan untuk
mengunjungi klinik pusat setelah 6 minggu post partum, yang mana
semua pasien ditanyakan secara rutin untuk menyelesaikan pemeriksaan Edinburg postnatal Depression Scale
(EPDS). Skor rata-rata pada pemeriksaan
EPDS pada kunjungan-kunjungan tersebut dibandingkan pada pasien yang mendapatkan
injeksi DMPA postpartum sebelum keluar dari rumah sakit, pada pasien yang pernah diperiksa dan pasien yang tidak menerima kontrasepsi hormon
dengan menggunakan tes - t yang tidak berpasangan. Sebagai tambahan,
perbandingan wanita yang didiagnosis PPD
dengan menggunakan skala tersebut
dibandingkan dengan tabel-tabel kemungkinan
yang bisa terjadi
Hasil
: 55 perempuan yang menerima DMPA segera postpartum dibandingkan dengan 192
perempuan dengan tanpa kontrasepsi hormon setelah melahirkan. Kelompok yang memiliki
paritas , ras dan cara melahirkan serta berat yang sama. Tetapi pada wanita
yang mendapat injeksi DMPA secara bermakna
lebih muda ( 24.2 vs 26.2 tahun p=.03). rata-rata skor EPDS pada
postpartum 6 minggu secara statistik tidak bermakna antara kelompok (5.02 vs
6.17), p=.16) 6 pasien (10.9%) yang menerima
DMPA segera postpartum didiagnosis dengan depresi postpartum berdasarkan
skor EPDS lebih tinggi dari dan sama dengan 13, sementara 27 (14.1 %) pada
kelompok perbandinggan yang telah
didiagnosis depresi postpartum (P=.88)
Kesimpulan
: Pemberian DMPA segera setelah partus tidak menunjukkan predisposisi pada wanita untuk menjadi depresi post partum
1. Pendahuluan
Depot
medroksiprogesteron asetat (DMPA) adalah kontrasepsi yang umum digunakan segera
setelah partus, terutama wanita yang
menginginkan tetap bisa menyusui dan oleh karena itu harus memilih
kontrasepsi yang tidak ada estrogennya.
Penggunaan lama DMPA seperti yang telah
digunakan luas diseluruh dunia selama
lebih dari 30 tahun dan di Amerika lebih dari 10 tahun telah menunjukkan
amannya penggunaannya pada wanita, dapat ditoleransi , tetapi terdapat beberapa
yang perlu diperhatikan yakni efek mood
pada pasien, yang dicurigai adanya efek gejala
depresi.
Depresi
postpartum mempengaruhi sekitar 10 % wanita, dan hal tersebut bermakna dalam
memberikan gangguan aktivitas pada orang-orang yang baru menjadi ibu,
termasuk mempengaruhi ikatan emosional
ibu dan bayi, masalah terhadap perkembangan bayi, stres pada ibu dan bahkan
bisa sampai bunuh diri maupun pembunuhan bayi. Perubahan hormon dicurigai berperan terhadap patogenesis
terjadinya depresi postpartum, walaupun
tidak ada faktor hormon khusus
yang diidentifikasi sebagai agen dasar penyebab penyakit ini. Beberapa orang telah
menggunakan terapi hormon untuk mencegah atau mengobati gangguan mood.
Penelitian
terhadap efek progesteron pada depresi postpartum masih terbatas dan sulit
dimengerti. Pada suatu percobaan acak
terkontrol tahun 1998 dilakukan di Afrika Selatan, wanita yang mendapat injeksi norethisterone enanthate vs injeksi plasebo 48 jam setelah partus. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa
pemberian progestin sintetik dihubungkan
dengan meningkatnya resiko depresi postpartum, jelasnya suatu penelitian
pada tahun 2000 meneliti insersi Norplant dengan segera VS dengan penundaan
postpartum pada postpartum remaja ditemukan bahwa penundaan insersi Norplan
sebenarnya meningkatkan resiko depresi selama tahun pertama postpartum,
walaupun demikian, beberapa ahli kontrasepsi merekomendasikan metode penundaan
pemberian progesteron only untuk
mengurangi resiko depresi postpartum sampai 6 minggu setelah melahirkan.
Bagaimanapun terdapat data yang terbatas terhadap efek spesifik DMPA
berhubungan dengan depresi postpartum. Obyektivitas penelitian ini diperiksa
apakah ada atau tidak, pemberian progestin segera setelah melahirkan akan
mempengaruhi depresi post partum.
2. Metode
Suatu
penelitian retrospektif klinik pusat kesehatan
obstetri dan ginekologi Universitas Ohio
dilakukan, subyek terbatas pada
pasien-pasien yang telah diikuti selama minggu postpartum yang mengunjungi
klinik dari tanggal 1 Novermber 2007 dan 30 Juni 2008, yang dilakukan pada
waktu rentang tersebut untuk diteliti diklinik, pasien dikeluarkan dari sampel
penelitian jika mereka memiliki riwayat
KJDR atau kematian bayi baru lahir, riwayat depresi atau kelahiran preterm,
sebagaimana hal tersebut di masukkan pada faktor lain penyebab depresi post
partum yang lebih tinggi.
Keterangan
mengenai kontrasepsi postpartum, umur kehamilan dan keadaan umum anak yang
berasal dari daftar postpartum standar. umur, paritas, cara melahirkan, berat
dan ras yang juga ditentukan dari daftar
pasien. Sebagai tambahan, skor yang dicatat sebagai EPDS, suatu alat
skrining pada depresi postpartum bahwa
seluruh pasien postpartum pada suatu
klinik ditanyakan secara rutin melengkapi ketika mereka hadir untuk kunjungan 6
minggu post partum. EPDS adalah 10 item
kuesioner yang telah sah sebagai alat deteksi depresi selama periode
postpartum. Setiap item pada skor EPDS 0,1,2 atau 3, jadi skor maksimum adalah
30. Skor lebih banyak dari dan sama dengan 13 adalah dipercaya untuk
mengidentifikasi wanita dengan depresi postpartum.
Pasien
yang menerima DMPA sebelum keluar dari rumah sakit dibandingkan kemudian dengan
yang tidak dalam keadaan baru melahirkan atau kunjungan klinik postpartum.
Pasien yang menggunakan kontrasepsi hormon yang lain selama interval ini
dikeluarkan sesuai dengan waktu dimulainya dan heterogenitas dari kontrasepsi
oral. Skor EPDS dari kelompok ini adalah
kemudian dibandingkan dengan menggunakan tes t untuk menentukan apakah terdapat perbedaan pada skor
rata-rata. Penelitian yang dilakukan
untuk mendeteksi suatu perbedaan 3 poin pada skor dengan 80 % pada level signifikan .05, yang mana
dibutuhkan terdapat paling sedikit 16 pasien pada setiap kelompok. Sebagai
tambahan, proporsi wanita pada masing-masing kelompok didiagnosa dengan depresi
postpartum dari skala ( skor lebih dari atau sama dengan 13 vs. lebih rendah dari 13)
dibandingkan melalui tabel kemungkinan. Demografi dari 2 kelompok
yang ketika dibandingkan termasuk umur,
paritas, ras, cara melahirkan dan berat bayi.
3. Hasil
Tabel keseluruhan 404 pasien klinik yang diteliti
pada klinik Obgin selama kunjungan 6
minggu postpartum antara tanggal 1 November 2007 – 30 juni 2008, yang ditinjau
selama penelitian. Seluruh pasien ditanyai untuk memenuhi seluruh nilai dari
skor yang dicatat pada saat presentasi. Terlepas dari jumlah pasien, 254 pasien
ditemukan memenuhi sarat untuk penelitian
yang berdasarkan kriteria ekslusi awal. Dari 150 pasien yang dikeluarkan
dari penelitian, 82 pasien yang dikeluarkan karena persalinan preterm, 45
pasien karena adanya riwayat depresi,
9 yang karena KJDR atau kematian bayi baru lahir, dan
14 karena tidak mengisi lengkap
formulir. Lebih lanjut 7 pasien yang
mana diresepkan progestin-only
pills (norenthindrone) juga dikeluarkan dari penelitian, sebab tidak dapat
ditentukan kapan pasien mulai memakai pil tersebut. Dari 247 pasien yang
diteliti , 55 pasien menerima DMPA sebelum keluar dari RS setelah melahirkan,
dan 192 pasien menerima DMPA tertunda
sampai kunjungan RS selanjutnya dan tidak mendapatkan ligasi tuba. Mengilustrasikan
karakteristik kedua kelompok ini, wanita yang menggunakan DMPA postpartum
secara bermakna lebih muda dari grup yang tidak menerima DMPA.
Skor
rata-rata pada pasien yang menerima DMPA
postpartum segera adalah 5.02, ketika dibandingkan dengan kelompok yang
memiliki skor rata-rata 6.17. perbedaan tidak bermakna secara bermakna (=.16).
sebagai tambahan, 6 (10.9%) dari 55 pasien
yang menerima DMPA segera didiagnosis dengan depresi postpartum
berdasarkan skor EPDS lebih banyak dari dan sama dengan 13, pada 27 (14.1%)
dari 192 pasien pada kelompok perbandingan didapatkan depresi postpartum.
Perbedaan ini tidak lagi signifikan secara statistik.
Tabel
1.
Demografi Kelompok DMPA
dan Kelompok kontrol yang tidak melahirkan
Karakteristik Kelompok
|
Grup DMPA
(n=55)
|
Kelompok Tanpa progesteron (n=192)
|
Nilai P
|
Rerata
umur(SD),tahun
|
24.15(6.35)
|
26.23(6.14)
|
.03
|
Rerata
berat(SD),pon
|
179(47.9)
|
177(45.6)
|
.77
|
Paritas,
n(%)
|
.97
|
||
Primipara
|
18.(32.7)
|
59(30.7)
|
|
Multipara
|
37(67.3)
|
133(69.3)
|
|
Metode
melahirkan, n(%)
|
.31
|
||
Seksio
sesar
|
12(21.8)
|
67(34.9)
|
|
Partus
pervaginam
|
43(78.2)
|
125(65.1)
|
|
Ras,
n(%)
|
.34
|
||
Asia
|
1(1.8)
|
8(4.2)
|
|
Kulit
hitam
|
33(60)
|
91(47.4)
|
|
Hispanic/latino
|
2(3.6)
|
39(20.3)
|
|
Kaukasia
|
19(34.5)
|
53(27.6)
|
|
Tidak
berespon
|
0(0)
|
1(0.5)
|
|
Status
pernikahan, n(%)
|
.67
|
||
Menikah
|
12(21.8)
|
55(28.6)
|
|
Lajang
|
40(72.7)
|
133(69.3)
|
|
Janda
|
0(0)
|
1(0.5)
|
|
Pisah
|
1(1.8)
|
1(0.5)
|
|
Cerai
|
2(3.6)
|
2(1)
|
Walaupun
pasien dengan riwayat depresi diekslusi dari analisis aslinya, suatu analisis
terpisah dari kelompok ini dilakukan untuk menentukan apakah mereka bisa
dimasukkan subyek gangguan mood efek
dari progesteron. Sejumlah 15 orang dengan riwayat depresi ditemukan pada orang
yang telah menerima injeksi DMPA sebagai pasien yang mendapat injeksi sebelum
keluar rumah sakit, selanjutnya lebih
jauh 34 pasien dengan riwayat depresi yang menerima suatu formulir pengganti kontrol
kelahiran atau tidak memiliki formulir kontrol kelahiran pada saat keluar rumah sakit. Rata-rata skor EPDS pada
pasien DMPA dengan riwayat depresi
adalah 9.47, grup perbandingan memiliki
skor EPDS 9.65, perbedaan tidak bermakna
secara statistik (p=.94). sebagai tambahan ketika melihat kepada sejumlah
pasien dengan riwayat depresi yang telah didiagnosis postpartum depresi
berdasarkan Skor EPDS mereka, 5 (33%) dari pasien DMPA dan 15 (44%) dari
pasien pada kelompok alternatif yang
memiliki skor EPDS 13 atau lebih (p=.78)
4. Diskusi
Berdasarkan
hasil penelitian retrospektif, DMPA bisa diberikan secara langsung postpartum
dengan hasil bahwa dimulainya injeksi kontrasepsi tersebut tidak menyebabkan
peningkatan jumlah pasien terdiagnosis
depresi postpartum. Tidak ada perbedaan bermakna yang ditemukan antara
dua kelompok yang terdiagnosis depresi post partum berdasarkan skor EPDS sama dengan atau lebih
dari 13. Walaupun pengguna DMPA cenderung lebih muda daripada yang tidak
menggunakannya, umur tidak diketahui sebagai faktor yang menyumbangkan perkembangan kearah postpartum depresi.
Penelitian
ini, menunjukkan bahwa yang mengalami depresi dapat kembali normal, dan
memiliki keterbatasan sebab membutuhkan pengenalan dalam intepretasi hasilnya. Sebagai contoh
penelitian ini terbatas oleh retrospektif alamiah dan kurangnya randomisasi
dari modalitas pengobatan. Skala
Edinburg hanya satu indikator pengukur depresi, dan menggunakan alat diagnostik yang berbeda mungkin menghasilkan hasil yang
berbeda pula. Sebagai tambahan
penelitian tidak dilakukan untuk
mendeteksi perbedaan persentase jumlah pasien
yang terdiagnosis depresi postpartum,
yang mana akan membutuhkan 246
pasien pada masing-masing kelompok. Hal ini tidak dua kali terhadap pembatas
pada ketersediaan hasil-hasil sebelumnya. Pemunculan suatu perbedaan pada diagnosis dari depresi
postpartum mungkin lebih relevan secara klinik daripada perbedaan tunggal skor
EPDS nondiagnosistik. Memiliki kumpulan subyek lebih banyak atau
menggunakan analisis prospektif mungkin
akan mengungkapkan hasil yang berbeda, pada populasi kami skor lebih rendah
pada pasien yang menerima DMPA, sehingga
hasil tersebut tidak dapat dipercaya walaupun
dilakukan pada suatu penelitian lebih besar akan menunjukkan peningkatan
diagnosis depresi postpartum
Faktor
lain yang mungkin bisa mempengaruhi hasil penelitian ini adalah fakta bahwa
populasi penelitian diambil dari populasi klinik pada pusat perawatan yang besar. Populasi ini tidak perlu populasi yang mewakili tipe obstetri,
sebagai jumlah pasien yang besar dikirimkan pada klinik ini untuk perawatan
pada kondisi yang resiko tinggi. Populasi klinik juga memiliki status
sosioekonomi yang lebih rendah dari pasien yang didapatkan pada tempat
pelayanan praktek dokter pribadi. Sehingga banyak pasien pada populasi klinik
ini memiliki stiuasi klinik yang memiliki stres tinggi, termasuk kurangnya
dukungan sosial terhadap status mereka sebagai imigran yang tidak memiliki
keluarga di Amerika, meskipun demikian,
kejadian depresi postpartum pada
populasi kami dapat dibandingkan dengan prevalensi pada populasi umum.
Pada
penelitian yang kami dapatkan bahwa
rerata umur pengguna DMPA lebih muda dari yang kelompok pembanding. Sejak DMPA
membutuhkan sedikit usaha pemenuhan daripada bentuk hormonal lain dari
kontrasepsi tanpa tubektomi postpartum, hal tersebut bisa menunjukkan lebih sedikit wanita dewasa sebagai bentuk kontrol
kelahiran. Yang mana secara statistik bermakna pada 2 tahun berbeda dengan
kelompok-kelompok adalah mungkin tidak bermakna secara klinik.
Walaupun
analisis subkelompok juga kembali normal pada pasien dengan riwayat depresi biasa juga aman penggunaan DMPA
postpartum, hasil ini harus di interpretasikan dengan dibawah pengawasan.
Seperti yang diinginkan dari populasi ini, pasien-pasien ini diikuti untuk
diharapkan memiliki rerata skor EPDS lebih tinggi secara bermakna dibandingkan
dengan kelompok penelitian bermakna. Pada penelitian kami tidak secara
adekuat jalankan untuk menemukan perbedaan
antar 2 kelompok antara pasien yang memiliki riwayat depresi, kami tidak mendapatkan faktor-faktor
pengikut, seperti tingkat persalinan preterm yang lebih tinggi dan
penggunaan obat antidepresi
Secara
keseluruhan tidak tampak efek apapun pada
perkembangan depresi postpartum dari
DMPA postpartum. Idealnya suatu percobaan acak prospektif akan lebih informatif,
tetapi tidak sama dengan bahwa wanita muda akan
secara acek lebih sedikit
dipercaya mendapatkan kontrasepsi
postpartum. Karena wanita menggunakan pil kontrasepsi progestin-only dieksklusi,
pada penelitian kami tidak dapat membuat pengaruh terhadap efek pil progestin
only pada pembentukan gejala depresi postpartum. Penelitian yang lebih lanjut
mungkin dapat mengklarifikasi apakah kontrasepsi progesteron dapat mempengaruhi
pembentukan depresi postpartum. Walaupun berdasarkan temuan-temuan peneltian, dokter klinik dapat melanjutkan
pemberian kontrasepsi DMPA dengan percaya diri tanpa adanya ketakutan akan mengakibatkan atau memperberat gangguan mood postpartum
5. Referensi
(1) Thomas
DB, Ray RM. Depot-medroxyprogesterone acetate (DMPA) and risk of endometrial
cancer. the WHO Collaborative Study of
Neoplasia and Steroid Contraceptive. Int.
J Cancer 1991; 186-90.
(2) World
Health Organization Collaborative Study
of Neoplasia and Steroid Contraceptive. Breast canscer and
depot-medroxyprogesterone acetate; a multinational study. Lancet 1991;
338:833-8
(3) Standford
JL. Thomas DB. Depot-medroxyprogesterone acetate (DMPA) and risk of epithelial
ovarian cancer. The WHO Collaborative Study of Neoplasia and Steroid
Contraceptives. Inj J Cancer 1991:49:191-5
(4) World
Health Organization Collaborative Study of Neoplasia and Steroid Contraceptives.
Depot-medroxyprogesterone acetate (DMPA) and risk of invasive squamous cell
cervical cancer. contraception 1992; 45:299-312.