Senin, 03 Desember 2012

Transmisi transplasental Hepatitis B dari ibu ke bayi lebih tinggi pada partus pervaginam dibanding perabdominam???



HEPATITIS B DAN PENULARAN TRANSPLASENTAL
DENGAN PARTUS PERVAGINAM (MICROTRANSFUSION,DIDUGA KERUSAKAN BARIER AKIBAT PROSES PARTUS PERVAGINAM)

Hepatitis B merupakan hepatitis yang paling penting karena dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis, mulai dari hepatitis akut, pengidap virus, hepatitis kronis dapat berkembang menjadi sirosis hati  maupun karsinoma hati primer. Sejak ditemukan  Australian Antigen oleh Blumberg dan kawan-kawan tahun 1965 yang kemudian dikenal sebagai hepatitis virus B ( HBV) maka perkembangan  penelitian  penyakit ini makin pesat. (Hadi Sujono 2010)
            Diseluruh dunia  diperkirakan  316 juta orang pembawa  virus dan sekitar 170 juta penderita bermukim  di daerah Asia-Pasifik.
            Berdasarkan  laporan epidemiologi, ternyata  penderita  dengan HBsAG positif di Afrika , Asia tenggara termasuk Indonesia prevalensinya tergolong tinggi  yaitu berkisar  antara 6-16 %. Laporan  penderita dengan HBsAg postif untuk seluruh populasi di Indonesia masih belum ada, tetapi  yang sudah  banyak dilaporkan  ialah hasil penelitian dari tiap sentra pendidikan. Sebagai contoh laporan  hasil penelitian yang dilakukan  pada 250 orang dewasa di desa Talang kira-kira  40 km dari Padang ditemukan  19,5 % HBsAg positif dengan cara RPHA, selanjutnya penelitian di Pulau Air Lombok yang menggunakan cara RPHA ditemukan 10,6 % HBsAG postif, lain halnya dengan keadaan di kelurahan Koja Utara – Jakarta utara  ternyata insidennya sebanyak 4,8 %, walaupun insidensi  untuk masing-masing  daerah berbeda , namun demikian bila dihitung dengan menggunakan statistik, kejadian  HBV di Indonesia terhitung tinggi yakni 5-17%. Insidensi pembawa virus  di Indonesia cukup tinggi dan diduga mencapai 1,75 juta orang.(Hadi Sujono 2010)

  1. VIRUS HEPATITIS B

Penyebab hepatitis B adalah virus DNA yang tergolong  dalam kelas Hepadna dan mempunyai masa inkubasi 1-6 bulan. Pada individu dengan infeksi HVB, dengan perantaraan mikroskop electron dapat diperlihatkan adanya 3 partikel  yang berada  dalam darah penderita, yaitu partikel berbentuk bulat dengan diameter 20-22 nm, partikel berbentuk batang dengan diameter kurang lebih 20 nm, panjang 50-250 nm, kedua-duanya tidak mengandung asam nukleat dan partikel dengan diameter kurang lebih 42 nm yang mengandung asam nukleat. Partikel yang tidak mengandung asam nukleat diduga hanya  merupakan lapisan lipoprotein luar dari HBV, sedangkan partikel yang mengandung asam nukleat, diduga merupakan virion lengkap HBV dan disebut partikel Dane. Hal ini sesuai dengan nama sarjana  Dane yang menemukannya tahun 1970.(Soewignjo 2008)
Komponen lapisan luar disebut hepatitis B  surface antigen (HBsAg)  di dalam inti   terdapat genom dari HBV yaitu sebagian dari molekul tunggal dari DNA sesifik yang sirkuler. Di dalam inti HVB juga mengandung  enzim yaitu DNA polymerase. Di samping itu  juga ditemukan hepatitis Be Antigen ( HBeAg) . antigen ini hanya ditemukan pada penderita dengan HBsAg postifif. Walaupun demikian letak dari HBe’Ag di dalam struktur HVB  sampai saat ini belum jelas. Ditemukan HBeAg positif pada penderita  merupakan petanda serologis yang sensitive dan artinya derajat infekstivitasnya  tinggi. Oleh karena itu bila ditemukan HBsAg  positif perlu sekali diperiksa HBeAg, untuk menentukan prognosa  penderita

Virus hepatitis B (HBV) termasuk dalam famili Hepadviridae, genomnya merupakan partially double-stranded DNA yang tersusun atas sekitar 3200 nukleotida. Mempunyai 4 open reading frame (ORF), yaitu ORF C yang menyandi sintesa protein core (HbcAg) dan antigen e (HbeAg); ORF P yang menyandi sintesa protein polymerase; ORF S yang menyandi sintesa protein permukaan virus (HbsAg); dan ORF X yang menyandi sintesa protein X, suatu protein trans-activator translasi. Urutan rangkaian nukleotida dari genom HBV bisa berbeda-beda, antara lain tergantung tipe jaringan (etnis) hostnya. Berdasar perbedaan rangkaian nukleotida tersebut, HBV dapat dibagi \ke dalam genotip dan subgenotip.  
Gambar 1. Skematis Virus hepatitis B ((Marvin T, 2010)

Disebut sebagai suatu genotip HBV tersendiri bila terdapat perbedaan lebih dari 8 % dalam seluruh rangkaian genom antar suatu kelompok, atau lebih dari 4 % dalam seluruh rangkaian genom S. Merupakan subgenotip bila terdapat perbedaan antara 4-8 % nukleotida dalam seluruh genom, dalam satu genotip. Penelitian dari beberapa negara memberi petunjuk bahwa genotip HBV berpengaruh terhadap perjalanan penyakit hati dan responnya terhadap obat-obat anti viral. Namun demikian masih belum jelas, apakah hasil penelitian tersebut dapat digeneralisir untuk semua pengidap HBV di seluruh belahan dunia. (Mulyanto, 2009)
Laporan tahun 2009 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat 4 genotip (dengan 14 subgenotip) HBV yaitu genotip A,B, C dan genotip D. Dari 899 sampel di 28 kota dari berbagai pulau di Indonesia, didapatkan genotip B paling dominan (66 %), diikuti oleh genotip C (26 %), genotip D (7 %) dan genotip A (0,8 %). (Mulyanto, 2009)

  1. DIAGNOSIS HEPATITIS B DAN PERJALANAN KLINIS

Karena gejala-gejalanya hanya sedikit, kebanyakan orang tidak menyadari  dirinya tertular hepatitis B. hanya sekitar seperempatnya  akan menunjukkan gejala  yang sama dengan  mereka yang menderita hepatitis A ( kehilangan nafsu makan,  kelelahan, demam ringan atau sakit kuning) dan sejumlah kecil  menjadi hepatitis B akut. (Melvyn dan William 2010)
Virus hepatitis B berbentuk bola dengan lapisan luar merupakan lapisan protein bagian dari luar ditemukan  dalam darah orang yang terinfeksi hepatitis B. Protein ini disebut antigen luar hepatitis B atau HBsAg ( antigen  artinya koponen protein dari virus). (Melvyn dan William 2010)
Tubuh memproduksi  sejumlah antibodi terhadap infeksi hepatitis B yang berbeda-beda yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah. Salah satu antibodi inti hepatitis B  (HBcAb) sudah ada tahap awal penularan virus antibodi dapat juga dideteksi pada pembawa virus hepatitis B kronik bila timbul gejolak atas kegiatan hepatitisnya. Antibodi yang lain adalah antibodi luar hepatitis B ( HbsAb) dapat dideteksi pada mereka yang benar-benar sembuh dari infeksi hepatitis B. orang ini akan kebal terhadap infeksi berikutnya. (Melvyn dan William 2010)
Tidak satupun kasus kekebalan  menunjukkan adanya antigen luar hepatitis B dalam darah. Orang yang secara kronik  tertular ( pembawa virus hepatitis B ) akan memiliki antigen luar hepatitis B dan antibodi inti hepatitis B dalam darah mereka, tetapi tidak ada antibodi luar hepatitis B. Tujuan  dari pengobatan  hepatitis B adalah menghentikan  perkembangan virus. Dewasa ini dari pemeriksaan  dapat diukur apakah virus hepatitis B  berkembang aktif dan apakah darah  penderita menular. Bila mana  virus berkembang aktif, hepatitis B antigen e’ ( HBeAg) dan hepatitis B DNA ( HBV-DNA) , bahan genetik virus ada dalam darah (Melvyn dan William 2010)
Bila virus  berhenti berkembang, baik karena telah dikalahkan oleh  sistem  kekebalan tubuh, atau  karena pengobatan, HbeAg menghilang dan hepatitis B antibodi e muncul. Hepatitis B DNA akan berkurang atau sama sekali menghilang  (Melvyn dan William 2010)
Bila virus masih ada  dalam hati tetapi tidak berkembang, hepatitis b antigen luar akan ditemukan dalam darah sedangkan hepatitis B DNA dan hepatitis  B antigen e tidak ada. (Melvyn dan William 2010)
Kerusakan hati  mungkin terjadi  dan kemungkinan juga tidak terjadi pada mereka dengan perkembangan  kuman virus yang aktif. Maka pemeriksaan ada tidaknya bermacam-macam antibodi dan antigen dalam darah menungkinkan dokter mengetahui apakah seseorang tertular hepatitis B , apakah hepatitis tersebut akut atau kronik, apakah penderita tersebut tertular atau pembawa virus dan apakah ia menjadi kebal untuk penularan selanjutnya? (Melvyn dan William 2010)

Hasil Pemeriksaan Darah
Penularan HBV Kronik
Kekebalan

Pembawa Virus(Penularan ringan)
Pembawa Virus(Penularan Berat)
Tertular Sebelumnya
Vaksinasi Sebelumnya
HBsAG
V
V
-
-
HbcAb
V
V
V
-
HBeAg
-
V
-
-
HBeAb
V
-
V
-
HBV-DNA
-
V
-
-
HBsAb
-
-
V
V

Tabel 1. Interpretasi hasil pemeriksaan darah (Melvyn dan William 2010)
Resiko berkembang menjadi penyakit kronik tergantung umur pada saat orang terinfeksi. Pada orang dewasa 1-5% tidak dapat melawan virus dan menjadi hepatitis B kronik dan kurang dari 1 % menjadi hepatitis fulminan, jelas tampak  95% dari infeksi pada bayi  dan 10-30 %  telah terinfeksi sejak umur  10 tahun akan menjadi pengidap hepatitis kronik. Terlebh lagi satu orang dari 20  akan terinfeksi HBV menjadi karier virus dan dapat menginfeksi orang lain tanpa menimbulkan  gejala sebelumnya, jika tidak diobati  hepatitis kronik akan menjadi sirosis 30 %  dan kebanyakan dari mereka menjadi pengidap kanker hati( Ulmer 2010)

           
Gambar 2. Perjalanan Penyakit Hepatitis B ( Ulmer 2010)

  1. CARA PENULARAN

Penyakit HBV sudah dapat di tularkan kepada semua orang dan  semua kelompok umur. Dengan percikan sedikit darah yang mengandung virus hepatitis B sudah dapat menularkan penyakit.
            Pada umumnya cara penularan dari HVB adalah parenteral. Semula penularan HVB diasosiasikan dengan transfuse darah atau produk darah, melalui jarum suntik. Tetapi setelah ditemukan bentuk dari  HBV  makin banyak laporan  yang ditemukan cara penularan lainnya. Hal ini disebabkan  karena HBV  dapat ditemukan  dalam setiap cairan yang dikeluarkan  dari tubuh penderita atau pengidap penyakit, misalnya melalui : darah, air liur, air seni, keringat, air mani, air susu ibu, cairan  vagina, air mata dan lain-lain. Oleh karena itu dikenal penularan horizontal dan vertikal.
            Cara penularan horizontal  yang dikenal ialah : transfuse darah yang terkontaminasi oleh HBV, mereka yang sering mendapat hemodalise. Selain daripada itu HBV juga masuk ke dalam tubuh kita melalui luka atau lecet kulit  dan selaput lendir misalnya tertusuk jarum suntik yang kotor atau kurang steril. Penggunaan  alat-alat kedokteran dan alat-alat perawatan gigi yang disterilisasikan kurang sempurna/ kurang memenuhi syarat akan dapat menularkan HVB.
            Penularan juga dapat melalui  penggunaan alat cukur bersama, sirkulasi, garuk konde dan lain-lain. Daerah endemis  berat dapat diduga  nyamuk, kutu busuk, parasit dan lain-lain dapat juga ikut menularkan HVB, walaupun belum ada laporan. Cara penularan tersebut  penularan perkutan. Sedangkan  cara penularan secara non-kutan  diantaranya ; melalui semen, cairan vagina yaitu kontak seksuil ( baik homoseks maupun heteroseks)   dengan pengidap/ penderita  HVB, atau  melalui saliva yaitu bercium-ciuman dengan penderita /pengidap HVB, dapat juga melalui tukar pakai sikat gigi, dan lain-lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena   selaput lendir yang diskontinuitas, sehingga virus hepatitis B  mudah menembusnya.
            Penularan secara vertikal dapat diartikan sebagai penularan infeksi dari seseorang ibu pengidap/penderita HVB  kepada bayinya sebelum persalinan, pada saat persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Penularan vertikal  sebagian besar (95%) terjadi pada saat persalinan (perinatal), hanya sebagian kecil saja (5%) yang terjadi selama bayi di dalam kandungan ( intrauterin), dan sebagian besar  (90%)  bayi yang tertular  akan menjadi pengidap  HBV kronik. Di Indonesia cara penularan vertikal ini diperkirakan menyumbangkan kira-kira 25-30 % dari seluruh pengidap HBV kronik.  Dengan demikian  penularan HBV dari sauatu generasi ke generasi erikutnya, terutama terjadi melalui cara vertikal  dalam hal ini HBV-DNA dapat dianalogikan dengan DNA mitokondria, sebagai petanda genetic untuk nenek moyang ibu ( maternal ancestry ). Usia pada saat terinfeksi menentukan kemungkinan kronisitas infeksi tersebut akan menjadi pengidap kronis; namun bila infeksi terjadi pada dewasa sebagian kecil (5%) saja yang menjadi pengidap kronis, Apabila seorang ibu menderita  HVB akut pada perinatal yaitu trimester ke-3 kehamilan, maka bayi yang baru dilahirkan  akan tertulari. Risiko infeksi pada bayi dari seorang ibu yang terinfeksi hepatitis B, dulu diperkirakan  penularan intero hanya terjadi  pada 5-15 % bayi yang dilahirkan dari ibu HBsAg  dan HBeAg positif, namun  terdapat bukti bahwa penularan inutero lebih  tinggi dari angka-angka tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi yang tertular  HVB secara vertikal . mendapat penularan pada masa perinatal yaitu terjadi pada proses persalinan. Karena  itu bayi yang mendapat penularan vertikal sebagian besar mulai terdeteksi HBsAg positif pada saat usia 3-6 bulan yang sesuai  dengan masa tunas infeksi VHB yang paling sering didapatkan. Penularan  yang terjadi pada masa perinatal dapat melalui maternofetal micro infusion yang terjadi pada saat  terjadi kontraksi uterus, tertelannya cairan amnion yang mengandung VHB serta masuknya VHB melalui lesi yang terjadi pada kulit bayi pada waktu melalui jalan lahir. Penularan infeksi vertikal juga dapat terjadi setelah persalinan. (Soewigno 2008; Andri dkk 2010 ; vicentia merry 2001)
Transmisi perinatal  VHB  akan mengakibatkan  frekuensi tinggi  menjadi infeksi kronik pada bayi, sampai 90 %  pada bayi baru lahir dari ibu yang memiliki HbeAg positif. Telah diterima dengan luas bahwa  transimisi perinatal terjadi pada saat dekat pada waktu proses melahirkan, oleh karena itu vaksinasi neonates diperlukan untuk pencegahan  infeksi kira-kira 80-95 % kasus. Secara teoretis resiko transmisi VHB  pada saat paparan  secret serviks  dan darah ibu pada saat melahirkan, tranmisi intrauterin di asumsikan  mengakibatkan infeksi yang terjadi dan tidak dapat dicegah dengan imunisasi. Faktor resiko  transmisi transplasental dari VHB  termasuk pada ibu yang HbeAg positif, HbsAg positif dan level HBV DNA.  Pada suatu penelitian menandakan bahwa  level HBV DNA  ≥ 10 8 Kopi/ml dihubungkan pada peningkatan  transmisi intra uterin. HBV  ditemukan di sel-sel endotel kapiler vilus  dan tropoblas plasenta yang mendukung  hipotesis bahwa  plasenta memiliki system barier  pada infeksi intrauterine, ancaman  partus prematurus  atau aborsi spontan  sebagai akibat terjadinya pencampuran  darah ibu dan bayi, tampaknya meningkatkan resiko  transmisi HBV, baru-baru ini  polimorfisme  pada beberapa gen sitokin, seperti  yang mengkode interferon


  1. SIRKULASI CAIRAN AMNION DAN BARRIER PLASENTA
Pada kehamilan muda, rongga amnion diisi oleh  cairan yang memiliki komposisi sama dengan cairan ekstraseluler. Salama pertengahan kehamilan, transfer  cairan dan molekul kecil lainnya tidak hanya  melalui selaput amnion tetapi juga dari kulit fetus, selama trimester kedua, fetus mulai berkemih, menelan dan menghirup cairan amnion (abramovich dan kolega 1997; Duenhoelter dan Pritchard 1976). Proses ini merupakan cara untuk mengontrol volume cairan amnion. Walaupun sumber utama cairan amnion berasal dari epitel amnion ( Cunningham ; Alan 2010)
Peranan aquaporins, protein saluran air pada sel membran telah diterima akhir-akhir ini sebagai salah satu pengatur sirkulasi air ketuban. Beberapa protein transmembran diekspresikan pada membrane fetus dan mungkin juga menjaga homeostasis cairan amnion(Liu dkk 2008; Wang dkk, 2007)
Karena fetus normalnya menelan  cairan amnion dan berkemih, maka telah diasumsikan bahwa mekanisme ini merupakan salah satu  cara dalam mengontrol keseimbangan dari volum cairan amnion. (Stephen 2008)
Mekanisme transfer transplasental
Difusi simple
Difusi simple adalah metode transport yang mana gas dan molekul simple lainnya melalui plasenta. Tingkat transpor tergantung pada perbedaan konsentrasi, difusi pada zat yang kompleks masih dipertanyakan, dan total area plasenta yang tersedia  untuk transfer ( Hukum Ficks ). Perbedaan kadar zat kimia ( yakni perbedaan konsentrasi pada  plasma bayi dan ibu ). Yang mana akan mempengaruhi tingkat transfer uteroplasenta dan darah umbilikus. Difusi simple juga  metode transfor  molekul eksogen kompleks seperti obat. (Alan H; Lauren T; Murphy T, 2007)
Difusi terfasilitasi
Contoh utama suatu zat yang ditrasferkan melalui difusi terfasilitasi adalah glukosa dan merupakan  sumber utama energy utuk bayi. Transfer glukosa dari ibu ke bayi  terjadi  lebih cepat dari pada yang tertulis oleh hukum perbandingan FICK’s, kemungkinan  ada suatu system pembawa yang  melawan konsentrasi yang tinggi dengan kata lain tetap melakukan transfer kearah konsentrasi yang lebih tinggi) dan menjadi  konsentrasi gula darah yang lebih tinggi.  Pada saat yang seimbang kadar gula darah plasma fetus dua kali lebih tinggi dibanding kadar gula darah ibu, hal ini merefleksikan bahwa fetus menggunakan glukosa pada tingkat yang lebih tinggi. Zat dengan molekul rendah, muatan elektris yang minimal dan tingkat kelarutan tinggi dalam lemak  akan dengan sangat mudah dapat melewati  plasenta (Alan H; Lauren T; Murphy T, 2007)
Transfer aktif
Ketika  molekul kompleks seperti asam amino dan vitamin  ditemukan konsentrasinya lebih tinggi pada darah fetus dibanding maternal, dan  ketika  perbedaan ini tidak dibedakan oleh  efek perbedaan protein pembawa, dengan fakta ini diyakini adanya  system transport aktif (Alan H; Lauren T; Murphy T, 2007)

Piknositosis
Mikroskop elektron telah menunjukkan penolakan oleh pseudopodial dari sinsisiotrofoblas terhadap sesuatu yang berusaha mencapai lapisan sekeliling plasma maternal. Partikel-partikel dapat diangkut secara nyata melewati sel yang intak untuk diseberangkan dan dilepaskan pada sisi sebelah sehingga dapat masuk ke dalam aliran darah bayi, protein-protein tertentu ( antigen asing) secara imunologi di tolak,  proses ini dapat bekerja pada dua arah. Walaupun demikian  selektivitas  belum dapat ditentukan. Protein kompleks, sebagian kecil lemak, beberapa jenis immunoglobulin dan bahkan virus dapat melintasi plasenta dengan cara ini. Untuk  protein kompleks proesesnya dilakukan secara ketat dan menggunakan  reseptor, misalnya  antibodi maternal kelas IgG dapat ditranfer dengan bebas sementara antibod yang lain tidak dapat. (Alan H; Lauren T; Murphy T, 2007)

Kebocoran
Kerusakan pada membrane plasenta dapat terjadi, memungkinkan lewatnya sel-sel. Walaupun demikian perbedaan tekanan hidrostatik   adalah normal dari bayi keibu, sel darah merah dan sel darah putih telah didapatkan  transfer dua arah. Kerusakan seperti ini biasanya dapat terjadi selama persalinan atau pada ibu yang mengalami plasenta previa atau solusio plasenta maupun trauma, seksio sesar, atau kematian janin dalam rahim. Mekanisme ini memungkinkan terjadinya sensitisasi antigen sel darah merah bayi terhadap ibu  seperti antigen rhesus. (Alan H; Lauren T; Murphy T(2007)





Gambar 3. Sirkulasi air ketuban (Alan H; Lauren T; Murphy T(2007)

 diduga adanya proses partus pervaginam (perinatal) terjadi kerusakan barier ditingkat plasenta sehingga dapat dicurigai melalui sirkulasi air ketuban diatas  dapat terjadi transmisi... adakah partus pervaginam akan meningkatkan  transmisi transplasental jika dibandingkan dengan partus perabdominam?... tunggu hasilnya sementara saya sedang lakukan penelitian...
sementara diduga lebih banyak transmisi transplasentap pervaginam dibanding perabdominam?????



DAFTAR PUSTAKA



EMIROGLU N (2010)Viral hepatitis B burden policy in the Europe region.World Health Organization, Brussel
HADI SUJONO (2002) Gastroenterologi, edisi ke-2 hal 449-452, penerbit PT Alumni, Bandung
CUNNINGHAM; LEVENO ; BLOOM; HAUTH (2010) Williams Obstetrics 23rd       Chapter. 21. Ed.Mc. Graw-Hills Company. United state of America

ALAN H; LAUREN T; MURPHY T(2007), Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition
MULJONO DH (2011) Membangun kapasitas riset kedokteran melalui integrasi ilmu dasar dan kedokteran klinik, Makassar, Universitas hasanuddin.
Soewigno; Stephanus (2008),Hepatis Virus B Edisi ke-2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
CONTAG SA (2011) Hepatitis in pregnancy.
MULYANTO (2009) Epidemiologi hepatitis B di indonesia. IN SULAIMAN AS; SULAIMAN BS; SULAIMAN A; LOHO IM; STEPHANIE A (Ed.) Pendekatan terkini hepatitis B dan C dalam praktik klinis sehari-hari. Jakarta, Sagung seto.

CUNNINGHAM FG; GANT NF; LEVEMO KJ; GILLSTRAP LC; HAUTH JC; WENSTROM KD (2006) Penyakit saluran cerna. Obstetri williams. 21 ed. Jakarta, EGC.
Ulmer (2010).Recommendation of Hepatitis b expert, Bristbol-Meyer, International Longevity Centre-UK

BUDIHUSODO U (2009) Patogenesis dan diagnosis hepatitis B kronik. IN A, S. A. S. B. S. A. L. I. S. (Ed.) Pendekatan terkini hepatitis B dan C dalam praktik klinis sehari-hari. Jakarta, Sagung seto.
SIEVERT W; KORMAN M (2010), Segala sesuatu tentang hepatitis, Penerbit PT Arcan, Jakarta
SUDIPTA CD; EAPEN C(2004) Perinatal transmission of Hepatitis B, Departement of GI Sciences Tamil Nadu, India

BAI H; ZHANG L; MA L; DOU XG; FENG GH; ZHAO GZ (2007) Relationship of hepatitis B virus infection of placental barrier and hepatitis B virus intrauterine transmission mechanism. world journal of gastroenterology,
JONAS MM (2009) Hepatitis B and pregnancy: an underestimated issue. Liver international journal, 29, 133-139.14, 3625-3630.



CANDOTTI D; DANSO K; ALLAIN JP (2007) Maternal transmission of hepatitis B virus genotype E in ghana, west africa. journal of general virology, 28, 2686-2695.
BART PA; JACQUIER P; ZUBER PLF; LAVANCHY D; FREI PC (1996) Seroprevalence of HBV (anti Hbc, HbsAg and anti-Hbs) and HDV infections among 9006 women at delivery. Liver international journal, 16, 110-116.


CASERTA MT (2009) Neonatal Hepatitis B Virus Infection. USA.

CASSART YE (1997) The outcome of hepatitis B virus infection in pregnancy. postgraduate medical journal, 53, 610-613.

CHOWDURY SD; EAPEN CE (2009) Perinatal transmission of Hepatitis B. India.

D MANISHA; P SRI; M VATSLA; PANDEY A; PANT S; SINGH R (2011) Seroprevalence of hepatitis B infection during pregnancy and risk of perinatal transmission. Indian Journal Gastroenterology, 30, 66-71.
EFFENDI JS (2004) Evaluasi plasenta. IN HARIADI R (Ed.) Ilmu kedokteran fetomaternal. 1 ed. Surabaya, Himpunan kedokteran fetomaternal perkumpulan obstetri dan ginekologi indonesia.

ELEFSINIOSIS I;PAPADAKIS M; VLAHOS G; DASKALAKIS G; SAROGLOU G; ANTSAKLIS A (2009) Clinical significance of Hepatitis B surface antigen in cord blood of hepatitis B e-antigen-negative chronic hepatitis B virus-infected mothers. intervirology journal, 52, 132-134.

GAITHERSBURG (2009) Cellular, tissue and gene therapies advisory committee. CTGTAC meeting. USA.

GHANY MG (2011) Hepatitis B Epidemiology, Pathogenesis, Diagnosis, and Natural History Global Overview of Hepatitis B Virus Infection. USA.

GUO Y; LIU J; MENG L; MEINA H; YUKAI D (2010) Survey of HBsAg-positive pregnant women and their infants regarding measures to prevent maternal-infantile transmission. BMC infectious disease journal.


LIAW YI (2009) Natural history of chronic hepatitis B virus infection and long-term outcome under treatment. Liver international journal, 29, 100-107.

MARVIN T (2010) Mengobati penyakit hepatitis B. Jakarta.



PAPAEVANGELOU G; KREMASTINOU T; KASKAROLIS D (1994) Hepatitis B antigen and antibodi in maternal blood, cord blood and amniotic fluid. Archives of disease in childhood journal, 49.

S GEDE (2008) Penyakit infeksi. IN S ABDUL; RACHIMCHADI T; WIKNJOSASTRO G (Ed.) Ilmu Kebidanan. empat ed. Jakarta, PT BIna pustaka sarwono prawirodihardjo.

SERUDJI J; SULIN D (2004) Implantasi dan perkembangan plasenta. IN R, H. (Ed.) Ilmu kedokteran fetomaternal. 1 ed. Surabaya, Himpunan kedokteran fetomaternal perkumpulan obstetri dan ginekologi indonesia.

SHARMA Y; MALIK A; RATTAN A; IRAQI A; MAHESWARI V; DHAWAN R (1996) Hepatitis B virus infection in pregnant women and its transmission to infants. journal of tropical pediatrics, 42.

SULAIMAN HA; SULAIMAN BS (2009) Perkembangan terkini dalam diagnosis dan penatalaksanaan hepatitis B dan hepatitis C kronik. IN A, S. A. S. B. S. A. L. I. S. (Ed.) Pendekatan terkini hepatitis B dan C dalam praktik klinis sehari-hari. Jakarta, Sagung seto.

T TRAM (2009) Management of hepatitis B in pregnancy: Weighing the options. CLEVELAND CLINIC JOURNAL OF MEDICINE, 76.

WISEMAN E; FRASSER MA; HOLDEN S; GLASS A; KIDSON BL; HERON LG; MALEY MW; ET AL (2009) Perinatal transmission of hepatitis B virus: an Australian experience. Medical Journal of Australia, 190, 489-492.

ZOULIN F; MIMMS L; FLAVENANI M; ET AL (1992) New assay for quantitative determination of viral markers in management of chronic hepatitis B virus infection. Journal of clinical microbiology, 30, 1111-1119.


1 komentar:

  1. teman2 boleh sharing pendapat dan referensi tentang hepatitis B pada kehamilan, boleh juga diskusi hehe...salam sukses darisaya acholder

    BalasHapus